Sumbawa Besar, SakaNTB.com| 24 Oktober 2025— Kondisi Museum Daerah Sumbawa kian memprihatinkan. Bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang dulunya dikenal sebagai Gedung Controller itu kini mengalami kerusakan berat di hampir seluruh bagian. Atap bocor, kayu penyangga lapuk, serta dinding dan plafon yang rusak membuat bangunan ini tak lagi layak digunakan sebagai ruang pameran dan edukasi sejarah.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Sumbawa, Fithriati, SP., MT, membenarkan kondisi tersebut. Ia menyebut, museum yang menjadi salah satu ikon warisan kolonial di Kota Sumbawa Besar itu membutuhkan renovasi besar dan penanganan segera.
“Gedung cagar budaya peninggalan Belanda ini benar-benar membutuhkan pemugaran total. Kami sudah mengajukan asesmen ke dinas terkait, karena kewenangan pemugaran berada di Dinas PUPR,” jelas Fithriati, didampingi Kepala UPT Museum Daerah Sumbawa, Ivonie Septiyanti, SE, Jumat (24/10).
Ia menuturkan, upaya perbaikan sebenarnya sudah pernah direncanakan sejak tahun lalu. Saat itu, tim dari Pemerintah Kabupaten Sumbawa bersama Asisten I, II, III serta Wakil Bupati meninjau langsung lokasi dan menyepakati bahwa rehabilitasi difokuskan pada bagian atap, mengingat kondisinya yang paling rawan dan membahayakan.
Namun, proses tersebut sempat terhambat karena daerah belum memiliki tenaga ahli pemugaran cagar budaya.
“Pemugaran tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus melalui kajian dan dikerjakan oleh ahli bersertifikat. Tahun ini kami baru memiliki tenaga ahli, yakni Pak Rudi Herudin bersama asistennya, Mas Roki dan Bu Tar,” ujarnya.
Fithriati menambahkan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akhirnya merespons permohonan bantuan pemugaran, meski baru sebatas rehabilitasi ringan di beberapa bagian yang rusak parah.
Selain soal fisik bangunan, ia juga menyoroti tingginya risiko keselamatan bagi pegawai dan pengunjung akibat kondisi yang tidak aman, termasuk instalasi listrik yang sudah tak layak.
“Kalau hujan, air bocor di mana-mana. Pernah hampir menimpa pegawai karena kayu atap lapuk. Ini sangat berisiko, apalagi untuk pengunjung. Kalau sampai terjadi sesuatu, siapa yang bertanggung jawab?” ujarnya dengan nada cemas.
Sebagai langkah antisipatif, pihaknya mengusulkan agar kantor di area belakang museum dipindahkan, sehingga seluruh kawasan dapat difokuskan untuk pengembangan ruang pameran yang lebih representatif.
“Koleksi kita hampir seribu item. Jika seluruh area dijadikan museum, penataannya akan jauh lebih baik dan nyaman,” tambahnya.
Fithriati berharap, pemerintah daerah bersama instansi terkait dapat segera memberikan perhatian serius dan langkah konkret untuk menyelamatkan aset sejarah tersebut.
“Lebih baik mencegah sebelum bangunan ini roboh. Ini warisan sejarah yang harus kita jaga bersama,” tegasnya.
Reporter: Saka-1
Editor: Redaksi SakaNTB.com





